Tiar Ayu Kuntari
11313244013
P.Matematika inter’ 11
Pertanyaan 1 :
Medina Rendani Sabana
“ Mana yang
lebih mempengaruhi, keyakinan mempengaruhi filsafat atau filsafat yang
mempengaruhi keyakinan seseorang ?”
Jawab :
Menurut Bapak Prof. Marsigit, jangan sampai filsafat
anda menggrogoti keyakinan anda, dihindari filsafat anda jangan sampai
mengurangi kadar keyakinan akan tetapi usahakan justru sebaliknya. Namun, Jika
mengalami degradasi maka lebih di intensifkan lagi dalam berdoa. Bukan filsafat
yang mempengaruhi keyakinan justru sebaliknya yaitu keyakinanlah yang mempengaruhi
filsafat, seperti pada seorang muslim maka filsafat bagi seorang muslim yaitu
ia dapat mencerminkan prilaku dan pemikiran muslim. Filsafat adalah Pola pikir,
seseorang dapat berfilsafat seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya akan tetapi ada
batasnya, batasnya adalah spiritual masing-masing. Filsafat tergantung dari
masing-masing orang dan spiritualnya, jika di dalam spiritual beda maka akan
beda pula filsafatnya, jangan sekali-kali filsafat mu menggangu keyakinanmu.
Lebih baik sebuah filsafat dapat menyuburkan keyakinan.
Pertanyaan 2 :
Sukmo Purwo Diharto
“Yang ada dan
mungkin ada, dimana letak yang tidak ada?”
Jawab :
Menurut Bapak Prof. Marsigit, Dalam filsafat Ada dan
tidak ada menjadi penyebab ad yang lain, sebagai contoh malam tadi saya
berencana untuk pergi kerumah adik dan istri saya berencana untuk berangkat
yasinan. Namun entah kenapa saya tidak jadi pergi kerumah adik saya dan istri
pun tidak jadi berangkat yasinan. Saya dan istri masing-masing memiliki
kesibukan sendiri dirumah. Dilihat dari sisi yasinan, istri saya tidak ada
kemudian di rumah adik, saya pun tidak ada. Ketidak adaan saya dirumah adik
menyebabkan saya ada dirumah. Begitu pula dengan istri saya. Maka tidak ada itu
ada hanya saja berbeda ruang dan waktu. Terkadang pada orang jawa ketidak adaan
itu diperlukan sebagai solusi. Sehingga tidak ada itu ada didalam filsafat. Komunikasi
ada, tidak ada komunikasi ada
Pertanyaan 3:
Aisyah Purnama Dewi
“Bagaimana belajar
ikhlas dalam pikiran, hati, mengajar dan beramal?”
Jawab:
Menurut Bapak Prof.Marsigit, Ikhlas itu selama dia
diucapkan maka tidak akan ada yang pernah benar, karena keikhlasan itu mencapai
ranah spiritual maka tergantung janjinya. Saya berkata iklas itu dari tataran
yang mana. Jika tatarannya sudah urusan dunia maka tatarannya multitafsir.
Tetapi jika urusan akhirat, maka tafsirannya satu dan manusia tidak pernah
mengerti taraf iklas itu sendiri, Sebenar-benarnya Maha Mengerti adalah Sang
Pencipta yang mengetahui maha mencipta dalam keikhlasan. Barangsiapa yang
mengaku aku di depan Maha Kuasa akan terlempar jauh nantinya. Maka keikhlasan
adalah ketika kita tidak lagi mampu mengatakan aku. Ketika muncul aku atau
mengaku-ngaku dalam suatu hal berarti belum iklas karena ikhlas sudah tidak
dalam mengaku-ngaku. Keikhlasan dalam belajar dan pikiran sesungguhnya selama
kita mau memikirkannya maka sunatullah, yaitu sesuia dengan kodratnya sesuia
dengan ikhtiarnya. Harmoni dan keseimbangan , sesuai dengan hak dan kewajiban.
Pertanyaan ke 4:
Ghosa Kurnia Fistika
“ Yang ada dan
yang mungkin ada?”
Jawab:
Menurut Bapak Prof. Marsigit, Seperti contoh yang
ada dan yang mungkin ada adalah seperti nama cucu saya yang sekarang didalam
dirimu adalah yang mungkin ada. Keberadaannya tergantung saya, jika saya
katakan maka akan menjadi ada sehingga tergantung saya. Nanti setelah saya
katakan maka nama cucu saya akan masuk kedalam pikiran anda.
Sebenar-benarnya belajar adalah mengadakan diri yang
mungkin ada . Ikhlas dalam belajar adalah dengan mengadakan yang mungkin ada
menjadi ada. Dengan cara tukmaninah dan istiqomah. Ikhlas dalam belajar adalah
ketika kita dapat menyukuri nikmat Tuhan yang diberikan dari proses yang mungkin
ada menjadi ada.
Pertanyaan 5: Dyah
Purboningsih
“Apa yang ada
diluar pikiran dan yang di dalam pikiran?”
Jawab:
Menurut Bapak Prof. Marsigit, Dalam ilustrasi sebuah
pena yang ditunjuk kemudian pena tersebut dimasukkan kedalam selembar kertas.
Kemudian dimanakah pena tersebut? Para mahasiswa menjawab di dalam kertas.
Secara filsafat anda telah melakukan suatu kecerobohan
dengan mengatakan pena tersebut berada di dalam kertas. Apa buktinya jika anda
dapat mengatakan hal tersebut? karena tadi anda melihat saya memasukkan ke
dalam kertas, artinya anda hanya berasumsi atau hanya berspekulasi saja. Jika
menurut filsafat empiris yang murni dikatakan pena saya tersebut tidak ada
sebab tidak terlihat. Ini hanya salah satu filsafat masih banyak filsafat yang
lain. Pena tadi tidak ada karena tidak terihat maka disebut sebagai empiris
murni. Pena tadi berwarna hitam, mengapa anda dapat mengatakan bahwa pena
tersebut hitam? Karena pena tersebut telah terdapat atau ada didalam pikiranmu.
Jika di dalam pikirannmu tidak ada pena tersebut maka tidak mungkin anda dapat
mengatakan pena tersebut berwarna hitam. Sehingga yang ada didalam pikiranmu
adalah ideal dan yang ada diluar pikiranmu adalah realis.
Pertanyaan 6:
Dita Nur Syarafina
“Apakah
ketenangan itu ada padahal manusia bersifat kontradiktif?”
Jawab:
Menurut Bapak Prof. Marsigit, yang kau lihat
bersifat kualitas satu, prinsip identitas dan kontradiksi. Prinsip Identitas
itu adalah aku sama dengan aku tetapi itu hanya terjadi didalam pikiran dan
berada di akhirat. Selam kita di bumi kita berfilsafat maka Sensitif terhadap
ruang dan waktu. Sehingga aku tidak bisa menunjuk diriku , karena akan berubah
dari diriku yang sekarang menjadi aku yang tadi atau nanti. Karena dalam ruang
dan waktu aku itu berbeda, karena dalam filsafat aku dan aku itu salah . Didunia
tidak akan sama subyek dengan subyek dan subyek dengan predikat. Subyek dirimu
maka predikat itu adalah sifat mu atau milikmu. Seperti misalkan jilbab
berwarna biru tidak akan pernah jilbab itu selau berwarna biru karena jilbab
itu memiliki berbagai macam warna sehingga tidak mungkin jilbab itu berwarna
biru. Karena biru itu yang kualitas pertama , karena biru termasuk ada dan
mungkin ada. Dalam berfilsafat tidak hanya memandang jilbab tersebut berwarna
biru saja namun makna di dalamnya . Karena hakikat didunia terikat dengan ruang
dan waktu tiadalah suatu yang tetap pasti mengalami suatu perubahan. Jika Tenang
itu tetap maka dapat diraih dalam pikiran, pengandaian dan diakhirat. Jika
berubah tidak tenang maka hakikat hidup itu tidak tenang . Untuk itu, tidak tenang
lah dalam pikiran akan tetapi jagalah hati agar tetap tenang. Sebener-benarnya
hidup adalah Menidaktenangkan pikiran karena jika pikiran tersebut tenang maka
kita berada di akhirat karena ketenangan mu dapat membuatmu tidak mendapatkan
apa-apa . Sebenar-benarnya tenang mengandung ketidaktenangan dan sebenar-benarnya
hidup maka pikiran kita tidaklah tenang atau kontradiktif.
Pertanyaan 7:
Dyah Purboningsih
“Bagaimana
hakikat hidup manusia?”
Jawab:
Menurut Bapak Prof. Marsigit, Manusia menemukan
hakikat nya berbagai macam cara, dari sisi pemikiran yng mungkin ada dan tidak
ada. Dari menyadari adanya dalil-dalil dan aksioma yang tertulis dalam kitab
suci dan menjadi pedoman. Seperti pada matematika, matematika memiliki dalil,
aksioma dan teorema misalkan Bilangan bulat ditambah bilangan bulat hasilnya bilangan
bulat. Karena manusia itu tidak ada yang sempurna maka ketika ada orang yang
menemukan 2 lebih besar dari 7 itu karena 2 ditulis dengan spidol dan 7 ditulis
dengan pensil. Maka dalil tersebut benar karena terbatas dengan ruang dan waktu.
Kita itu dewanya jilbab kita, subyek itu dewanya predikat , kita itu dewanya
milik kita dan kita itu dewanya sifat kita , kita yang sekarang dewanya kita
yang lalu , kita yang nanti dewanya kita yang sekarang. Yang dimaksud dewa
disini adalah suatu dimensi. Ada dimensi yang berbeda-beda . Jika subyek itu adalah
dewanya maka predikat itu adalah daksanya. Yang semestinya diberi pantangan
adalah daksanya bukan dewanya. Jika kita ingin membuang , melempar, atau sekali
memakai jilbab maka itu terserah kita karena kita adalah dewanya jilbab dan jilbab adalah daksanya dan sifatmu. Maka
tidak akan pernah terjadi subyek sama dengan predikat atau subyek sama dengan
sifatmu.





